Gedung Rektorat, ITS Online - Bahkan, tingkat efisiensi ethanol dibandingkan dengan minyak tanah cukup jauh. Satu liter ethanol setara dengan sembilan liter minyak tanah. ”Kami sudah bandingkan dan ternyata hemat sekali,” papar Ir Sri Nurhatika MP. Apalagi, cara pembuatan ethanol ini cukup mudah.
Menurut dosen Biologi ITS ini, ethanol dapat dibuat dari bahan yang mengandung karbohidrat. ”Apapun bisa, asal ada kandungan karbohidrat dan pati,” ujarnya Dalam percobaannya, perempuan yang akrab disapa Ika ini menggunakan ketela raksasa atau yang lazim disebut masyarakat Jawa sebagai telo gendruwo.
Alasannya, selain tingkat karbohidratnya tinggi, ketela ini tidak dapat dikonsumsi karena beracun. Namun, Ika menegaskan bahan selain ketela pun dapat dimanfaatkan. ”Pokoknya manfaatkan saja limbah yang masih punya karbohidrat,” jelasnya. Ika mencontohkan, ethanol ini di wilayah Bekasi dapat dibuat dari limbah kulit kacang koro, sementara di daerah Kediri dapat menggunakan limbah tahu. ”Kami juga sedang mengincar Probolinggo karena disana banyak sekali tetes tebu,” tambahnya.
Proses pembuatannya pun cukup sederhana. Ketela ataupun bahan-bahan lain tersebut dihaluskan, lalu direbus. Kemudian ditambahkan enzim amilase dan diberi ragi. ”Untuk sementara ini, ragi tape biasa pun bisa digunakan. Tapi kami sedang mengkaji lebih lanjut ragi khusus untuk ethanol,” lanjutnya.
Larutan ini didiamkan selama 3-4 hari agar proses fermentasi berjalan. Setelah itu, ethanol akan dihasilkan. ”Tapi kadar ethanol ini masih 90 persen. Sementara untuk kompor kami membutuhkan kadar 95 persen,” ujarnya. Sehingga, untuk menaikkan kadar ethanol ini perlu ditambahkan batu kapur. Hal ini perlu dilakukan sebab ethanol dengan kadar dibawah 95 persen masih mengandung Pb (timbal). Sedangkan ethanol untuk bahan bakar kompor ini harus bebas dari Pb. ”Kalau ada Pb-nya bisa meledak, makaya harus bersih dari Pb,” lanjutnya.
Selain itu, kompor yang digunakan pun bukan kompor untuk minyak tanah. Kompor ethanol ini khusus dirancang untuk bahan bakar ini. ”Kami bekerjasama dengan Koperasi Manunggal Sejahtera untuk produksi kompor tanpa sumbu ini", jelas Ika.
Keunggulan bahan bakar ethanol ini selain lebih ekonomis juga terbukti tanpa jelaga. Walaupun pemanasan ethanol diakui Ika lebih lama dibandingkan minyak tanah. ”Untuk memasak mie, kompor minyak tanah membutuhkan waktu 10 menit. Sedangkan kompor ethanol 2-3 menit lebih lama,” imbuhnya.
Ika mengungkapkan, ITS juga sudah menggandeng beberapa jurusan untuk mengembangkan produk ini. Seperti jurusan Teknik Mesin, Kimia, dan juga Desain Produk. ”Mereka bertugas mengembangkan sesuai dengan kapasitas mereka masing-masing," tambahnya Kompor berbahan bakar ethanol ini sudah diuji cobakan ke 4000 titik di Jakarta. Hasilnya cukup memuaskan. ”Kami ajari cara bikin bahan bakarnya hingga ke penggunaannya,” lanjut Ika.
Dengan keberhasilan ini, awal bulan November nanti, giliran Jawa Tengah yang akan menjadi daerah uji coba, kemudian menyusul Surabaya. Khusus untuk wilayah Surabaya, Ika sedang menguji beberapa sampah yang dapat dijadikan sebagai bahan bakar ethanol. ”Kami cari sampah yang masih punya karbohidrat,” ujar wanita berkacamata ini. Targetnya ke depan, imbuh Ika, 50 persen pengguna minyak tanah akan beralih ke ethanol. Sehingga tidak perlu lagi menggantungkan diri pada ketersediaan minyak tanah. ”Nggak perlu lagi antri minyak tanah. Masyarakat bisa bikin sendiri bahan bakar,” pungkasnya.